:::: MENU ::::

Sabtu, 14 Mei 2016

Ada dua sistem pencatatan Persediaan Barang Dagang :

I. Sistem Persediaan Periodik / Berkala
II. Sistem Persediaan Perpetual / Terus Menerus


Ad.I. Sistem Persediaan Periodik / Berkala
•           Setiap kali terjadi transaksi Penjualan hanya "Pendapatan" dari hasil penjualanlah yang dicatat
•           Pada saat penjualan tersebut tidak dibuat ayat jurnal umum untuk mencatat Harga Pokok Barang yang dijual atau Harga Pokok Penjualan

•           Harus diadakan penghitungan secara fisik dengan tujuan untuk menentukan nilai persediaan pada akhir periode akuntansi
•           Jurnal umum pencatatan transaksi prose Penjualan dan Pembelian dapat dilakukan dengan cara :


1. Pembelian Tunai
JU :
Pembelian                   Rp. xxxx
Kas                              Rp. xxxx

2. Pembelian Kredit
JU :
Pembelian                   Rp. xxxx
Hutang Dagang                    Rp. xxxx

3. Penjualan Tunai
JU :
Kas                         Rp. xxxx
Penjualan                        Rp. xxxx

4. Penjualan Kredit
JU :
Piutang Dagang              Rp. xxxx
Penjualan                        Rp. xxxx


Ad. II. Sistem Persediaan Perpetual / Terus Menerus
•           Baik dalam jumlah "Penjualan" maupun "Harga Pokok Penjualan" dicatat pada setiap saat barang dagang yang dijual
•           Sistem ini akan terjadi pencatatan akuntansi secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui jumlah persediaan barang yang ada digudang
•           Jurnal umum pencatatan transaksi proses Penjualan dan Pembelian dapat dilakukan dengan cara :

1. Pembelian Tunai
JU :
Persediaan                   Rp. xxxx
Kas                              Rp. xxxx

2. Pembelian Kredit
JU :
Persediaan                   Rp. xxxx
Hutang Dagang                    Rp. xxxx

3. Penjualan Tunai
JU :
Kas                         Rp. xxxx
Penjualan                        Rp. xxxx
Harga Pokok Penjualan       Rp. xxxx
Persediaan                       Rp. xxxx

4. Penjualan Kredit
JU :
Piutang Dagang              Rp. xxxx
Penjualan                        Rp. xxxx
Harga Pokok Penjualan       Rp. xxxx
Persediaan                       Rp. xxxx



B. Metode Penghitungan Harga Perolehan Persediaan Barang Dagang
Ada tiga metode aliran anggapan penghitungan Kartu Persedidaan Barang Dagang :
1. Metode FIFO (First In First Out)

•  Barang yang masuk (dibeli) paling awal yang akan dikeluarkan terlebih dahulu untuk dijual



2. Metode LIFO (Last In First Out)

•  Barang yang masuk (dibeli) paling akhir yang akan dikeluarkan terlebih dahulu untuk dijual



3. Metode Average (Metode Rata-rata)

•  Barang yang akan dijual dianggap memiliki harga yang sama sehingga kejadian masuknya barang tidak perlu diperhatikan.


Selasa, 19 April 2016

PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan Besi dan Baja.
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp 6.245.753.000,00
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 7.256.458.000,00  dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00

Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :
1.  Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2014 sebesar 
    Rp 6.245.753.000,00 . atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan adalah
    berdasarkan Pasal 17dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
2. Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2015 sebesar
   Rp 7.256.458.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan dihitung
   dengan cara Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan fasilitas
   pengurangan 50 % dan yang tidak mendapatkan pengurangan 50 % yang dihitung dari Penghasilan
   Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00 

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak :
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
4.800.000.000   x 765.459.000 =  506.335.625
7.256.458.000
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
765.459.000 - 506.335.625 =  259.123.375

Pajak Penghasilan yang terutang :
Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 %   x 506.335.625 =  63.291.875
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25%  x 259.123.375 =  64.780.750.

Total PPh Badan Terutang :
63.291.875 + 64.780.750  = 128.072.625

Sumber : http://www.wibowopajak.com/2012/02/contoh-perhitungan-pph-badan-tahun-2011_08.html

Kamis, 24 Maret 2016

1.       Didirikan sebuah perusahaan jual beli hp dengan modal 10.000.000
2.       Menyewa sewa kantor untuk 1 bulan 35.000 tidak termasuk biaya listrik dan air
3.       Menyewa tempat etalase untuk 1 bulan 250.000
4.       Membeli 5 buah hp second Nokia @750.000 x 5
Membeli 2 buah hp Baru Samsung @1.250.000 x 2
5.       Membayar upah penjaga tokoh selama 1 bulan Rp 400.000
6.       Dijual 2 hp baru Rp @ 1.600.000 x 2
Dijual 4 hp second Rp @ 1.100.000 x 4    = 7.600.000
7.       Dibayar biaya air, listrik, dll Rp 150.000
Ditanyakan buat perhitungan akuntansi  dan susunlah laba rugi neraca pada akhir periode

Debit
Kredit
      Aktiva

              Hutang                             +                           Modal
      Kas   
     stock



       Keterangan
1.       10.000.000
2.          - 350.000
3.          - 250.000
4.       - 6.250.000
5.       + 7.600.000
6.         -  400.000
7.          - 150.000



      10.200.000 



       6.250.000



       5.500.000


      750.000


              10.000.000
                 - 350.000
                 - 250.000
      -
             + 7.600.000
                -  400.000
                 - 150.000
                5.500.000


      10.950.000




      Tempat etalase

       Hp yg Dijual
       Upah Toko
       Air, Listrik,dll
       HPP
R
RP 750.000 1 buah Hp Second yang tak terjual

Kas                 Rp 10.200.000
Sisa Stock      Rp      750.000  +
                      Rp 10.900.000
Laba Bruto = Hasil Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan)
            Rp 7.600.000
            Rp 5.500.000 -
            Rp 2.100.000
Laba Bersih = Laba Bruto – Beban Operasional
                        2.100.000 – 1.150.000  = 950.000

Hasil Penjualan
1.      HP second 4 unit @ 1.100.000            Rp 4.400.000
2.      HP Baru     2 unit @ 1.600.000           Rp 3.200.000 +
                                                                   Rp 7.600.000

Harga Pokok Penjualan
1.      HP second 4 unit @    750.000                       Rp 3.000.000
2.      Hp baru     2 unit @ 1.250.000                       Rp 2.500.000 +
                                                                              Rp 5.500.000

Laba Bruto = 7.600.000 – 5.500.000 = 2.100.000



Beban beban Operasional
1.      Sewa tempat               350.000
2.      Sewa etalase               250.000
3.      Sewa listrik dll           150.000
4.      Sewa tenaga kerja      400.000 +
                                       1.150.000
Laba Bersih = laba bruto – beban beban sewa
                    = 2.100.000 – 1.150.000  = 950.000

Neraca
     Kas   10.200.000
      750.000 +
  
      Hutang             0

      Modal             10.000.000
      Laba Rugi             950.000
  10.950.000
                               10.950.000


Laba Rugi
Penjualan                    7.600.000
Harga Pokok               5.500.000
Laba Bruto                  2.100.000
Beban Operasional     1.150.000  -
                                      950.000

Kamis, 10 Maret 2016

Cara menghitung PPh 21 terbaru karyawan atau pegawai tetap adalah sebagai berikut:
Ika adalah karyawati pada perusahaan PT. Sinar Unggul dengan status menikah dan mempunyai tiga anak.  Suami Ika merupakan pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Ika menerima gaji Rp 3.000.000,- per bulan. PT. Sinar Unggul mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp 40.000,- per bulan. Ika juga membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,- per bulan, 
Ika juga membayar iuran pensiun sebesar Rp 30.000,- sebulan, di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ika membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. 
Pada bulan Juli 2016 di samping menerima pembayaran gaji, Ika juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,-. Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:
Gaji3.000.000,00
Tunjangan Lainnya: lembur (overtime)2.000.000,00

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 1.00%

30.000,00
Premi Jaminan Kematian 0.30%9.000,00
Penghasilan bruto5.039.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan:
    5% x 5.039.000,00 = 251.950,00

 251.950,00
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
    2% dari gaji pokok

60.000,00
3. Iuran Pensiun (bila ada)30.000,00
(341.950,00)
Penghasilan neto sebulan4.697.050,00
Penghasilan neto setahun
12 x 4.697.050,00
56.364.600,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP): (TK/0) untuk WP sendiri

36.000.000,00
(36.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun20.364.600,00
Pembulatan20.364.600,00
PPh Terutang (lihat Tarif PPh Pasal 21)
5% x 50.000.000,001.018.200,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
1.018.200,00 : 12
84.850,00
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120% : Rp 84.850,00 x 120% = Rp 101.820,00
Penjelasan:
Diasumsikan gaji pokok sebesar Rp 3.000.000,-.
Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% - 1.74% sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan, atau Rp 6.000.000,- setahun
Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan.
Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, makapenghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun, namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei misalkan, maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan). Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib pajak. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015, terhitung 1 Januari 2015, PTKP yang berlaku adalah sebagai berikut:
  •     Untuk Wajib Pajak orang pribadi Rp 36.000.000,- per tahun. 
  •     Tambahan Wajib Pajak kawin Rp 3.000.000,- per tahun. 
  •     Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 3.000.000,- per tahun. 
  •     Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 3.000.000,- per tahun.

Besarnya PTKP jika dilihat dari status perkawinan WP (TK = tidak kawin ; K = kawin) :
  •     TK/0 = Rp 36.000.000,- per tahun
  •     K/0 = Rp 39.000.000,- per tahun
  •     K/1 = Rp 42.000.000,- per tahun
  •     K/2 = Rp 45.000.000,- per tahun 
  •     K/3 = Rp 48.000.000,- per tahun
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki 3 tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Ika adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000,00.