Cedera pada bagian kepala, khususnya otak sebaiknya diwaspadai karena meningkatkan risiko terjadinya stroke hingga 10 kali lipat. Bahkan cedera yang ringan pun tidak bisa dianggap enteng.
Cedera pada bagian otak bisa menyebabkan berbagai komplikasi, seperti retak atau robekan arteri, cedera jantung atau gangguan penyumbatan darah yang akan meningkatkan risiko stroke.
"Cedera trauma pada otak sebelumnya tidak termasuk dalam faktor risiko stroke. Walau mekanismenya belum jelas, tetapi kaitan antara dua hal itu layak untuk diteliti," kata Dr.Ralp Sacco, presiden American Heart Association.
Menurut data Center for Disease Control and Prevention, setiap tahunnya di Amerika terdapat 53 pasien cedera otak. Karena kerusakan yang timbul akibat cedera tersebut sering tidak tampak maka para ahli menyebut cedera itu sebagai silent epidemic (epidemik diam-diam). Dalam penelitian yang dilakukan Herng-Ching Lin, profesor dari Taipei Medical University, tim peneliti mengumpulkan data 23.1999 oran gyang menderita cedera otak antara tahun 2001 dan 2003. Mereka membandingkan pasien ini dengan 69.597 pasien non trauma otak. Dari kelompok pasien cedera otak, 2,91 persen menderita stroke tiga bulan pertama pasca cedera. Sementara pada pasien non cedera hanya 0,30 persen. Dengan kata lain risikonya meningkat hingga 10 persen. Pasien cedera di bagian otak juga beresiko tinggi menderita retak tengkorak kepala. Mereka juga rentan menderita perdarahan di otak, menderita hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, serta gagal jantung dibanding dengan nontraumatik pasien. "Stroke adalah gangguan saraf yang paling serius. Hasil penelitian kami mengarahkan pada identifikasi stroke sebagai masalah tambahan setelah cedera di bagian otak," kata Lin. Para ahli juga mengingatkan, trauma yang kecil pun bisa menyebabkan sobekan pembuluh arteri sehingga mengganggu sirkulasi darah ke bagian otak dan memicu stroke.
Sumber : Healthday News
Cedera pada bagian otak bisa menyebabkan berbagai komplikasi, seperti retak atau robekan arteri, cedera jantung atau gangguan penyumbatan darah yang akan meningkatkan risiko stroke.
"Cedera trauma pada otak sebelumnya tidak termasuk dalam faktor risiko stroke. Walau mekanismenya belum jelas, tetapi kaitan antara dua hal itu layak untuk diteliti," kata Dr.Ralp Sacco, presiden American Heart Association.
Menurut data Center for Disease Control and Prevention, setiap tahunnya di Amerika terdapat 53 pasien cedera otak. Karena kerusakan yang timbul akibat cedera tersebut sering tidak tampak maka para ahli menyebut cedera itu sebagai silent epidemic (epidemik diam-diam). Dalam penelitian yang dilakukan Herng-Ching Lin, profesor dari Taipei Medical University, tim peneliti mengumpulkan data 23.1999 oran gyang menderita cedera otak antara tahun 2001 dan 2003. Mereka membandingkan pasien ini dengan 69.597 pasien non trauma otak. Dari kelompok pasien cedera otak, 2,91 persen menderita stroke tiga bulan pertama pasca cedera. Sementara pada pasien non cedera hanya 0,30 persen. Dengan kata lain risikonya meningkat hingga 10 persen. Pasien cedera di bagian otak juga beresiko tinggi menderita retak tengkorak kepala. Mereka juga rentan menderita perdarahan di otak, menderita hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, serta gagal jantung dibanding dengan nontraumatik pasien. "Stroke adalah gangguan saraf yang paling serius. Hasil penelitian kami mengarahkan pada identifikasi stroke sebagai masalah tambahan setelah cedera di bagian otak," kata Lin. Para ahli juga mengingatkan, trauma yang kecil pun bisa menyebabkan sobekan pembuluh arteri sehingga mengganggu sirkulasi darah ke bagian otak dan memicu stroke.
Sumber : Healthday News
0 komentar:
Posting Komentar